
Ammar Zoni dan Kontroversi Dakwaan Narkotika: Ketika Sebuah Nama Tersandung dalam Perdebatan Hukum
Nama aktor Ammar Zoni kembali mencuat di tengah pusaran kasus narkotika, kali ini dengan dakwaan yang lebih serius: terlibat dalam peredaran barang haram di dalam Rutan Salemba. Kasus yang berujung pada pemindahannya ke Lapas Nusakambangan pada 16 Oktober 2025 ini sontak menarik perhatian publik dan memicu perdebatan sengit dari berbagai pihak terdekatnya, yang menilai ada kejanggalan dalam dakwaan jaksa.
Pihak-pihak yang membela Ammar Zoni mengutarakan keraguan mereka terhadap narasi yang dibangun oleh penuntut umum. Ibu angkat Ammar, Titik Haryati, dengan tegas membantah tuduhan bahwa putranya adalah seorang pengedar narkoba. Ia menyoroti perbedaan jumlah barang bukti yang ditemukan, “Barang yang ditemukan petugas itu kan enggak sampai 5 gram, 20 gram. Itu orang yang 50 kilo, segala macam, kok enggak (dihukum) kayak gini, gitu. Enggak dibawa ke Nusakambangan,” ujar Titik kepada Tribunnews. Pernyataan ini menyiratkan pertanyaan mendalam mengenai proporsionalitas dakwaan dan perlakuan hukum terhadap Ammar dibandingkan kasus-kasus narkoba berskala besar lainnya.
Titik Haryati juga mengutip pernyataan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Mashudi, yang secara eksplisit menyatakan bahwa Ammar bukanlah pengedar, melainkan hanya kedapatan memiliki narkotika saat penggeledahan rutin. “Dirjenpas kemarin mengatakan bahwa Ammar bukan pengedar, tapi itu (narkotika) adalah hasil penggeledahan petugas lapas,” jelasnya. Sebagai Ketua Bidang Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak di Asosiasi Dosen Indonesia, Titik mengaku rutin berkoordinasi dengan pembina lapas dan meyakini bahwa Ammar telah bersih dari narkotika sejak dipindahkan ke Lapas Cipinang, “Di Cipinang (kondisi Ammar Zoni) sudah bagus kok, dia udah enggak pakai (narkotika), saya kan dengan pembina lapas suka koordinasi. Kan kelihatan kalau yang pakai dengan yang enggak, kita tahu,” tegasnya.
Perdebatan Seputar Barang Bukti dan Keterangan Saksi

Kuasa hukum Ammar Zoni, John Mathias, turut memperkuat bantahan tersebut. Ia menyangkal klaim jaksa yang menyebut kliennya memiliki puluhan gram sabu. Menurut John, Ammar hanya terkait dengan “satu linting ganja sintetis,” sesuai dengan pengakuan Dirjenpas Mashudi. John Mathias meragukan cara jaksa mengakumulasikan barang bukti, yang menurutnya tidak merinci secara spesifik berapa jumlah yang ditemukan dari Ammar dan berapa dari terpidana lain.
John menduga bahwa barang bukti sabu yang disebutkan jaksa dalam dakwaan mungkin berasal dari keterangan lima terpidana lain yang lebih dulu diperiksa dalam sidak di Rutan Salemba. Ammar sendiri diperiksa terakhir, dan keterangan dari tahanan lain tersebut kemungkinan menunjuk Ammar sebagai sumber. “Itu berdasarkan keterangan dari orang-orang yang ditangkap duluan. Dari orang itu kan ditangkap barang itu dari orang itu dia mengatakan bahwa barang itu dapat dari Ammar. Tentu kami yang nanti melakukan tangkisan terhadap dakwaan itu,” jelas John, mengindikasikan strategi pembelaan akan berpusat pada penolakan keterangan saksi dan barang bukti yang disangkakan.
Ketika ditanya apakah ada pihak yang sengaja menyudutkan Ammar sebagai dalang peredaran narkoba di rutan, John Mathias memilih jawaban diplomatis, “Ya kalau dari kronologinya begitu. Tapi kan nanti fakta persidangan yang buktikan.” Pernyataan ini menyiratkan adanya indikasi kuat, namun menyerahkan sepenuhnya pada proses pembuktian di pengadilan.
Dakwaan Jaksa dan Jejak Kasus Berulang
Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 23 Oktober 2025, jaksa menyebutkan Ammar Zoni menerima 100 gram sabu dari seseorang bernama Andre (DPO) antara 31 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025. Narkoba tersebut kemudian dibagi dan diedarkan di dalam rutan, dengan transaksi dilakukan di tangga blok rutan dan menggunakan bungkus rokok sebagai tempat penyimpanan. Komunikasi antar terdakwa disebut melalui aplikasi Zangi. Dari kamar Ammar, ditemukan sabu seberat 3,03 gram dalam bungkus rokok dan satu unit ponsel, setelah petugas mencurigai gerak-gerik tahanan.
Jaksa menyusun dakwaan berlapis untuk Ammar Zoni dan lima terdakwa lainnya. Dakwaan primer menyangkakan Pasal 114 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) terkait perbuatan sebagai perantara jual beli narkotika golongan I, yang membawa ancaman hukuman lebih berat. Dakwaan subsider mengacu pada Pasal 112 Ayat (2) jo Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 mengenai kepemilikan narkotika yang beratnya melebihi 5 gram.
Kasus ini semakin memperpanjang daftar panjang jejak Ammar Zoni dengan narkoba, yang sudah keempat kalinya ia tersandung sejak 2017. Mulai dari ganja pada 2017, sabu pada Maret 2023, hingga kasus ketiga pada Desember 2023 yang berujung hukuman penjara tiga tahun. Kasus terbaru ini, dengan dugaan peredaran dari dalam rutan, tentu menjadi pukulan terberat bagi reputasi dan masa depan Ammar Zoni.
Kisah Asmara dan Sorotan Publik

Di tengah kasus hukum yang membelitnya, kisah asmara Ammar Zoni dengan dokter Kamelia juga menjadi sorotan. Keduanya dikabarkan menjalin hubungan sejak akhir tahun lalu dan bahkan berencana menikah setelah Ammar bebas. Namun, kasus keempat ini mengubur rencana tersebut, meski Ustaz Derry Sulaiman menyebut Ammar sempat berniat menikah di penjara, yang ditolak Kamelia karena menghormati orang tuanya. Kamelia sendiri mengungkapkan perasaannya tumbuh karena perhatian Ammar, dan ia tak kuasa menahan tangis saat melihat video pemindahan Ammar ke Nusakambangan, memikirkan perasaan anak-anak Ammar yang masih kecil.
Sidang lanjutan pada 6 November 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi akan menjadi momen krusial untuk membuktikan apakah Ammar Zoni benar terlibat dalam jaringan peredaran narkoba yang serius, ataukah ia hanya menjadi korban tuduhan yang belum sepenuhnya terbukti, di tengah citra buruk dan sejarahnya yang kelam dengan barang haram tersebut.