YouTuber Indonesia Nessie Judge akhirnya muncul ke publik dengan video permintaan maaf resmi berjudul “My Sincere Apology | My Sincere Apologies | Permohonan Maaf” yang diunggah di kanal YouTube-nya pada Jumat, 8 November 2025. Video berdurasi lebih dari sepuluh menit itu menjadi bentuk tanggung jawabnya atas kontroversi besar yang terjadi beberapa hari sebelumnya, setelah konten Halloween miliknya menampilkan foto mendiang Junko Furuta, korban tragedi kejahatan brutal di Jepang.
Dalam video tersebut, Nessie dengan wajah tenang namun penuh penyesalan mengaku telah merenung dan memahami dampak besar yang ditimbulkan oleh kesalahannya. Ia menyadari bahwa permintaan maaf yang sebelumnya ia sampaikan melalui media sosial belum cukup menenangkan publik, baik di Indonesia maupun di Jepang.
“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang muncul di video saya baru-baru ini, dan juga atas tanggapan saya setelahnya,” ujar Nessie dengan nada lirih.
Awal Mula Kontroversi
Kontroversi bermula pada 2 November 2025, ketika Nessie merilis video bertema Halloween di segmen horor terkenalnya, #NERROR, berkolaborasi dengan grup idola Korea, NCT Dream. Video itu awalnya tampak seperti konten misteri khas Nessie yang dikemas menarik dan penuh elemen horor. Namun, publik kemudian menemukan detail mengejutkan — sebuah foto Junko Furuta terpajang di dinding studio sebagai bagian dari dekorasi menyeramkan.
Bagi masyarakat Jepang, hal ini dianggap sangat tidak pantas. Junko Furuta adalah korban pembunuhan keji pada tahun 1988 yang hingga kini menjadi simbol penderitaan dan ketidakadilan di Jepang. Penggunaan fotonya dalam konteks hiburan, apalagi sebagai hiasan Halloween, dianggap melecehkan memori korban.
Salah satu akun X (Twitter) asal Jepang, @sweenbeeval, menulis:
“Kanal YouTube dengan 11 juta subscriber menggunakan foto Junko Furuta—korban femisida paling mengerikan—sebagai dekorasi Halloween konyol. Itu menjijikkan.”
Cuitan tersebut viral dengan jutaan tayangan, membuat nama Nessie Judge menjadi trending topic di Jepang dan Indonesia. Kritik pun membanjiri media sosial, dengan banyak warganet menilai Nessie kurang peka terhadap konteks budaya dan sejarah.
Respons Awal dan Gelombang Kritik
Awalnya, Nessie mencoba memberikan klarifikasi melalui unggahan di YouTube dan media sosial. Ia menyebut penggunaan foto Junko Furuta bukanlah dekorasi, melainkan “homage” atau bentuk penghormatan terhadap kasus yang sering direquest oleh penontonnya. Namun, pernyataan itu justru memperparah situasi. Banyak warganet menilai klarifikasi tersebut defensif dan tidak menunjukkan empati.
Situasi semakin panas ketika sebagian netizen Jepang menilai permintaan maaf Nessie “dingin” dan tidak tulus. Komentar seperti “Dia tidak benar-benar mengerti apa yang salah” dan “Kami tidak ingin dia menggunakan foto korban lagi” membanjiri kolom komentar. Bahkan, beberapa pengguna media sosial Jepang sempat menyebut tindakan Nessie sebagai bentuk eksploitasi tragedi.
Di Indonesia sendiri, pendapat publik terbelah. Sebagian penggemar Nessie membelanya dengan alasan bahwa ia tidak bermaksud buruk, sementara sebagian lain menilai bahwa ia seharusnya lebih berhati-hati karena kontennya dikonsumsi secara internasional.
Permintaan Maaf dan Komitmen Baru
Melalui video terbarunya, Nessie berusaha memperbaiki kesalahannya secara serius. Ia menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab penuh, meski ada tim produksi yang terlibat dalam pembuatan konten.
“Kami gagal menunjukkan empati dan rasa hormat terhadap korban. Untuk itu, saya sangat menyesal,” ucap Nessie sambil membungkukkan badan, mengikuti tradisi permintaan maaf Jepang.
Ia juga berkomitmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tim produksinya. Ke depan, ia akan memperketat proses penyuntingan, verifikasi konten, dan pengawasan agar hal serupa tidak terulang.
“Saya akan terus belajar untuk berkarya dengan lebih empati, rasa hormat, dan pengertian. Kepada seluruh orang di Jepang, keluarga korban, serta semua yang merasa kecewa di Indonesia, saya memohon maaf dari lubuk hati terdalam,” tambahnya.
Reaksi publik terhadap video ini beragam. Banyak penggemar memberikan dukungan dan berharap agar publik memberi kesempatan kedua bagi Nessie. Komentar seperti “Semoga Kak Nessie bisa belajar dan bangkit lebih bijak” dan “Kita semua pernah salah, yang penting ada niat memperbaiki” banyak bermunculan di kolom komentar. Namun, sebagian warganet Jepang tetap menekankan pentingnya sensitivitas budaya dan meminta Nessie tidak lagi menggunakan elemen tragis nyata dalam konten horornya.
Pelajaran dari Insiden
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi para kreator konten global. Dalam era digital yang lintas budaya, setiap elemen visual bisa memiliki makna berbeda di tiap negara. Penggunaan materi yang berkaitan dengan korban nyata, apalagi dari tragedi terkenal seperti kasus Junko Furuta, memerlukan sensitivitas ekstra.
Pakar etika media dari ELSAM menilai, “Konten horor tidak boleh mengeksploitasi penderitaan manusia nyata. Apalagi ketika konteksnya menyangkut trauma nasional.”
Meski reputasi Nessie sempat goyah, langkahnya untuk meminta maaf secara terbuka dianggap sebagai langkah dewasa. Ia menunjukkan bahwa tanggung jawab publik tidak berhenti pada klarifikasi singkat, tetapi juga refleksi dan perbaikan nyata.
Kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua kreator — bahwa niat baik tidak selalu cukup tanpa pemahaman budaya dan empati mendalam. Dengan langkah introspektif dan komitmen yang ia tunjukkan, Nessie Judge berusaha memulihkan kepercayaan publik dan menegaskan bahwa kesalahan besar pun bisa menjadi awal perubahan positif.