
Jakarta – Kehadiran figur publik di tengah lokasi bencana alam seringkali menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, kehadiran mereka membawa bantuan materiil dan sorotan media yang diperlukan agar penanganan bencana berjalan cepat. Di sisi lain, setiap gerak-gerik dan penampilan mereka tak luput dari penghakiman publik. Hal inilah yang baru saja dialami oleh Verrell Bramasta, aktor muda yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI.
Pada Minggu (30/11/2025), Verrell terjun langsung ke lokasi banjir bandang yang melanda wilayah Sumatra. Niat mulianya untuk menyalurkan bantuan dan menyerap aspirasi korban justru sempat terdistraksi oleh perdebatan warganet mengenai busana yang ia kenakan. Sebuah rompi tebal berwarna hitam yang melekat di tubuhnya menjadi topik hangat, memicu spekulasi liar bahwa sang wakil rakyat mengenakan rompi antipeluru di tengah warga yang sedang menderita.
Distorsi Informasi: Rompi Antipeluru atau Alat Kerja?
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sultra/foto/bank/originals/Anggota-DPR-dan-pesinetron-Verrell-Bramasta-ke-padang.jpg)
Foto-foto Verrell di lokasi bencana menyebar cepat di media sosial. Dalam dokumentasi tersebut, ia tampak mengenakan kemeja putih yang dibalut rompi hitam tebal dengan banyak kantong dan slot. Netizen yang awam dengan perlengkapan outdoor segera berasumsi bahwa itu adalah rompi antipeluru (bulletproof vest), sebuah perlengkapan yang dinilai berlebihan dan tidak empatik untuk situasi bencana banjir. Bahkan, ada pula yang mengiranya sebagai pelampung yang tidak pada tempatnya.
Menyadari bola liar isu ini dapat mengaburkan esensi kegiatannya, Verrell Bramasta akhirnya buka suara pada Rabu (3/12/2025). Melalui keterangan tertulis yang dibagikan kepada awak media, putra sulung Venna Melinda ini membantah tegas tudingan tersebut. Ia menyebut adanya distorsi informasi yang perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman berkepanjangan.

“Distorsi informasi yang terjadi, dibilang antipeluru atau pelampung, itu salah besar,” tegas Verrell. Ia menjelaskan bahwa benda tersebut hanyalah tactical vest atau rompi taktis biasa yang memang didesain untuk kegiatan lapangan dengan intensitas tinggi.
Fungsionalitas di Atas Gaya: Mengapa Tactical Vest?
Penting untuk memahami perbedaan antara rompi antipeluru dan rompi taktis. Rompi antipeluru memiliki bobot berat karena disisipi pelat baja atau keramik balistik untuk menahan proyektil senjata api. Sementara itu, apa yang dikenakan Verrell adalah rompi utility yang sering digunakan oleh pegiat alam bebas, fotografer jurnalis di medan konflik, atau relawan bencana.
Verrell menjelaskan secara rinci aspek teknis dari rompi tersebut. “Rompi taktis ini tidak dilengkapi pelat balistik,” ujarnya. Alasan utama ia mengenakannya adalah fungsionalitas, bukan proteksi diri dari ancaman senjata. Rompi tersebut dilengkapi dengan sistem Modular Lightweight Load-carrying Equipment (MOLLE). Sistem ini memungkinkan penggunanya untuk membawa banyak barang tanpa harus menjinjing tas yang bisa menghambat pergerakan di medan berlumpur.

Situasi di lokasi banjir Sumatra yang dinamis dan sulit diprediksi menuntut mobilitas tinggi. Verrell mengungkapkan bahwa kantong-kantong pada rompi tersebut ia manfaatkan sebagai “gudang berjalan”.
“Saya pada saat itu membawa perlengkapan seperti air minum, uang kas untuk dibagi-bagi, dan sebagainya,” ungkap Verrell. Pilihan untuk membawa uang tunai di dalam rompi terbukti taktis, memungkinkan dia memberikan bantuan langsung kepada korban yang ia temui tanpa birokrasi yang rumit di lapangan.
Selain aspek fungsional, rompi tersebut ternyata memiliki nilai sentimental. Verrell mengungkapkan bahwa tactical vest itu merupakan hadiah spesial dari rekannya di kesatuan Angkatan Laut (AL). Penggunaan rompi tersebut di medan bencana, yang notabene membutuhkan ketangkasan fisik, dirasa relevan dengan asal-usul rompi tersebut.
Fokus Kembali ke Substansi: Misi Wakil Rakyat
Kontroversi mengenai pakaian ini, sayangnya, sempat menutupi substansi utama dari kunjungan kerja Verrell. Sebagai anggota legislatif muda, langkah Verrell untuk turun langsung ke lapangan patut diapresiasi sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik.
Verrell menegaskan bahwa tujuan utamanya datang ke Sumatra adalah untuk memastikan rantai distribusi bantuan berjalan lancar. Dalam bencana skala besar seperti di Sumatra, seringkali terjadi penumpukan logistik di posko utama sementara warga di daerah terisolir belum tersentuh.
“Tujuannya untuk turun langsung dan memberikan bantuan komoditas, meninjau langsung, dan berdialog dengan Pemerintah Daerah (Pemda),” jelas Verrell. Ia ingin memastikan ada kejelasan mengenai penanganan para pengungsi.
Lebih dari sekadar bagi-bagi sembako, kunjungan ini dimanfaatkan Verrell untuk menjalankan fungsi pengawasannya sebagai anggota DPR. Ia mengumpulkan data dan keluhan langsung dari masyarakat terdampak. “Untuk mendengar keluhan dari masyarakat setempat agar bisa saya sampaikan kepada rekan-rekan di DPR dan menyuarakan di forum yang bersangkutan,” tambahnya.
Informasi riil dari lapangan ini sangat krusial bagi DPR dalam merumuskan kebijakan anggaran maupun evaluasi penanggulangan bencana nasional bersama mitra kerja pemerintah pusat.
Pelajaran bagi Publik dan Pejabat
Insiden “rompi antipeluru” ini memberikan pelajaran berharga bagi kedua belah pihak. Bagi para pejabat publik, penampilan fisik akan selalu menjadi sorotan yang tak terhindarkan, sehingga pemilihan atribut perlu mempertimbangkan sensitivitas publik. Namun, bagi masyarakat, peristiwa ini menjadi pengingat untuk tidak terburu-buru menghakimi hanya dari selembar foto tanpa memahami konteks dan fungsi.
Pada akhirnya, apa yang dikenakan Verrell Bramasta hanyalah kain pembungkus tubuh. Yang jauh lebih penting adalah dampak nyata yang ia bawa bagi para korban banjir di Sumatra: bantuan yang tersalurkan, aspirasi yang didengar, dan kehadiran negara di tengah duka warganya. Verrell telah menunjukkan bahwa di balik rompi “gagah” tersebut, terdapat upaya nyata untuk melayani masyarakat, sebuah substansi yang seharusnya tidak tenggelam oleh riuh rendah komentar soal busana.