
Dinamika kasus dugaan pengancaman dan penyebaran data pribadi yang melibatkan aktris sekaligus influencer terkemuka, Erika Carlina, dan mantan kekasihnya, Giovanni Surya Saputra alias DJ Panda, memasuki fase krusial. Di tengah bergulirnya proses hukum yang telah naik ke tahap penyidikan di Polda Metro Jaya, upaya perdamaian melalui skema Restorative Justice (RJ) kembali digelar. Hasil mediasi terbaru menunjukkan secercah harapan, meski kini DJ Panda terancam hukuman pidana penjara di atas lima tahun.
Pertemuan mediasi kedua yang dijadwalkan pada Jumat (14/11/2025) di Polda Metro Jaya memang berlangsung tanpa kehadiran Erika Carlina, yang diwakilkan oleh tim kuasa hukumnya. Namun, terlepas dari absennya sang pelapor, atmosfer mediasi disebut-sebut telah menunjukkan indikasi positif.
Syarat Damai yang Tegas: Pengakuan Tulus Bukan Pembelian Diri
Kuasa hukum Erika Carlina, Mohammad Faisal, menjadi juru bicara utama mengenai perkembangan ini. Ia dengan gamblang menjelaskan bahwa titik terang perdamaian bergantung pada satu kunci utama: pengakuan tulus DJ Panda atas perbuatannya.
“Kalau Mbak Erika sendiri sih intinya, yang bersangkutan [DJ Panda] dengan tulus mengakui perbuatannya atas kekhilafannya, mengakui, bukan dengan dalam hal menyanggah,” tegas Faisal usai mediasi di Polda Metro Jaya.
Pernyataan ini bukan sekadar retorika hukum, melainkan penegasan prinsip bahwa Restorative Justice (RJ) dalam pandangan Erika bukanlah ajang untuk tawar-menawar materi, melainkan momen untuk mengembalikan keadilan dan martabat korban. “Sebenarnya begini, prinsip RJ kan bukan lagi bicara materi. Secara prinsip, RJ itu mengampuni sebuah perbuatan demi hukum melalui upaya perdamaian. Jadi bukan untuk menyanggah perbuatan yang dilakukan terlapor,” tambah Faisal, menepis anggapan bahwa perdamaian bisa “dibeli.”
Poin Kunci Damai: Klien kami hanya ingin ada pengakuan bahwa memang ada kesalahan, dan bukan untuk menyanggah perbuatan yang telah dilakukan terlapor.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum Erika juga dengan tegas membantah isu yang beredar luas di media sosial dan beberapa pemberitaan yang menyebut kliennya mengajukan syarat-syarat perdamaian yang bersifat rumit, subjektif, atau di luar konteks laporan. Tuduhan bahwa Erika meminta syarat tertentu terkait status ayah biologis dari anak dalam kandungannya juga dibantah mentah-mentah. “Dari pihak Erika, sama sekali gak mengarah kepada syarat-prasyarat yang sifatnya mengarah hal-hal yang subjektif,” jelas Faisal, menekankan bahwa fokus utama Erika adalah pemulihan nama baik dan pengakuan kesalahan dari DJ Panda.
Ancaman Hukuman 5 Tahun dan Kenaikan Status Penyidikan
Ironi dari proses perdamaian ini adalah status hukum DJ Panda yang semakin diperketat. Bersamaan dengan kabar mediasi, pihak kuasa hukum Erika Carlina mengonfirmasi bahwa kasus ini telah naik status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Hal ini mengindikasikan bahwa penyidik di Polda Metro Jaya telah mengantongi setidaknya dua alat bukti yang cukup untuk melanjutkan proses pidana.
“Kasus DJ Panda kini terancam hukuman pidana di atas 5 tahun penjara,” ungkap tim kuasa hukum Erika. Laporan polisi yang terdaftar dengan nomor LP/B/ 5027/VII/2025/SPKT/Polda Metro Jaya ini menjerat DJ Panda dengan jerat hukum berlapis, termasuk dugaan pelanggaran Pasal 335 juncto Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 dan/atau Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Ancaman ini menjadi pisau bermata dua bagi DJ Panda. Di satu sisi, ia memiliki peluang untuk menghentikan proses pidana melalui RJ, namun di sisi lain, jika upayanya gagal, ia harus siap menghadapi ancaman hukuman yang serius. Hal ini sekaligus memberikan leverage moral dan hukum yang signifikan bagi Erika Carlina dalam menentukan sikap akhir.
Mediasi Alot, Korban Trauma Berat
Kasus ini sendiri bermula dari laporan Erika Carlina pada 19 Juli 2025, yang merasa terancam dan mengalami penyebaran data pribadi, termasuk foto USG yang menunjukkan kehamilannya. Ancaman tersebut diduga disebarkan oleh DJ Panda melalui grup fanbase WhatsApp yang beranggotakan ratusan orang. Bentuk ancaman disebut beragam, mulai dari penggiringan opini, ujaran kebencian, hingga tuduhan bahwa Erika adalah pribadi psikopat, yang semuanya menimbulkan trauma mendalam bagi sang aktris.
Mengingat kompleksitas dan dampak psikologis dari kasus ini, meskipun pintu damai terbuka lebar, keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan Erika Carlina sebagai korban.
“Kalau potensi kemungkinan damai, InsyaAllah ya. Tapi nanti dikonfirmasi lagi kepada korban, apakah beliau berkenan untuk damai atau tidak. Tapi hasil dari mediasi tadi kita melihatnya sudah ada itikad baik,” pungkas Faisal, seraya menambahkan bahwa pihak DJ Panda telah menyerahkan proposal perdamaian.
Penyerahan proposal ini menjadi momen penantian bagi DJ Panda. Proposal tersebut akan dipelajari secara saksama oleh Erika dan tim kuasa hukumnya. Jika isi proposal, terutama mengenai pengakuan dan permohonan maaf yang tulus, dinilai memadai dan memenuhi rasa keadilan bagi korban, maka skema Restorative Justice berpotensi berhasil, dan kasus ini bisa dihentikan. Namun, jika negosiasi alot dan Erika Carlina merasa pengakuan tersebut belum memenuhi standar ketulusan yang ia harapkan, maka proses penyidikan akan terus berjalan.
Pada akhirnya, di persimpangan antara jalur hukum yang mengancam hukuman berat dan harapan perdamaian yang mensyaratkan ketulusan, nasib DJ Panda kini benar-benar bergantung pada jawaban akhir dari Erika Carlina. Publik menanti, apakah proposal damai ini akan menjadi penutup manis dari konflik yang telah menyita perhatian publik ini, atau justru menjadi babak pembuka dari proses pengadilan yang panjang.