
Aktor Ammar Zoni kembali menjadi sorotan publik setelah tersandung kasus narkoba untuk keempat kalinya. Kali ini, ia diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkotika yang beroperasi dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat, tempat ia tengah menjalani hukuman. Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menerima pelimpahan berkas dari penyidik, mengisyaratkan peran Ammar Zoni tidak hanya sebagai pemakai, melainkan juga sebagai “pengepul” atau bagian dari mata rantai peredaran barang haram tersebut.
Plt Kasi Intelijen Kejari Jakarta Pusat, Agung, menjelaskan bahwa detail peran Ammar Zoni akan terungkap dalam surat dakwaan yang akan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Mungkin bisa saya simpulkan sebagai pengepul, tapi kembali saya mengajak teman-teman untuk mendengar nanti surat dakwaannya,” ujar Agung. Ia menambahkan bahwa konstruksi perbuatan melawan hukum Ammar Zoni alias AZ akan dirinci secara utuh dalam dakwaan.

Terungkapnya kasus ini bermula dari kecurigaan petugas keamanan internal Lapas yang memantau aktivitas warga binaan. Gerak-gerik Ammar Zoni dan beberapa narapidana lain yang tidak wajar memicu penyelidikan mendalam. “Gerak-gerik mencurigakan tentunya teman-teman dari keamanan dalam lapas itu juga kan juga mengetahui, karena itu warga binaannya pasti mengetahui ada hal yang tidak baik,” jelas Agung.
Dari penangkapan yang dilakukan di Lapas, pihak berwajib berhasil mengamankan barang bukti berupa sabu, ekstasi, dan liquid ganja sintetis (sinte). Fatah Chotib Uddin, Kasie Pidum Kejari Jakpus, mengonfirmasi bahwa Ammar Zoni beserta lima tersangka lainnya diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu (8/10/2025). Mereka terbukti mengedarkan sabu dan ganja sintetis di dalam Rutan Salemba.
Perbuatan ini menjerat Ammar Zoni dan para tersangka lain dengan pasal berlapis, yakni Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) dan/atau Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya sangat berat, minimal 5 atau 6 tahun, dan maksimal bisa mencapai 20 tahun, seumur hidup, atau bahkan pidana mati. Pasal 114 ayat (2) mengatur pidana bagi pelaku yang menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, atau menjadi perantara peredaran narkotika Golongan I dalam jumlah besar. Sementara Pasal 112 ayat (2) menjerat pelaku kepemilikan atau penguasaan narkoba dalam jumlah melebihi 5 gram. Pasal 132 ayat (1) lebih lanjut memperberat hukuman bagi mereka yang terlibat permufakatan jahat.

Kasus ini menambah panjang daftar keterlibatan Ammar Zoni dalam lingkaran hitam narkoba. Ini adalah penangkapan keempat baginya. Pertama kali ia berurusan dengan hukum pada tahun 2017 karena ganja dan sabu. Kemudian, pada Maret 2023, ia ditangkap lagi dengan sabu dan divonis tujuh bulan penjara. Hanya dua bulan setelah bebas pada 4 Oktober 2023, ia kembali ditangkap pada 12 Desember 2023 dalam kasus serupa. Terakhir, ia divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 8 November 2024, setelah jaksa mengajukan banding atas vonis 3 tahun yang dijatuhkan sebelumnya. Kini, di tengah masa hukuman itulah, ia kembali terjerat dalam jaringan narkoba dari dalam Lapas.
Ammar Zoni, aktor kelahiran Depok, 8 Juni 1993, dikenal publik lewat sinetron laga “7 Manusia Harimau” pada tahun 2014, di mana ia memerankan karakter Rajo Langit. Kemampuan akting laganya yang mengesankan, ditambah latar belakangnya sebagai pesilat Minangkabau, membuatnya cepat populer. Ia kemudian membintangi sejumlah sinetron hits lainnya seperti Anak Langit dan Cinta Suci. Namun, perjalanan kariernya yang gemilang ini kerap dinodai oleh kasus penyalahgunaan narkoba. Kehidupan pribadinya juga penuh gejolak, ia menikah dengan aktris Irish Bella pada 2019 dan dikaruniai dua anak, namun pernikahannya berakhir dengan perceraian pada Juni 2024.
Keterlibatan Ammar Zoni dalam peredaran narkoba dari dalam Lapas menjadi preseden buruk dan menunjukkan kompleksitas permasalahan narkotika yang merasuk hingga ke balik jeruji. Petugas Rutan menemukan bahwa Ammar dan lima tersangka lainnya memperoleh narkotika dari seseorang di luar Rutan Salemba. Kasus ini tidak hanya menyoroti kelemahan sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan tetapi juga bahaya dari ketergantungan narkoba yang bisa menjerat seseorang berulang kali, bahkan di tempat yang seharusnya menjadi rehabilitasi.
Dengan ancaman hukuman maksimal yang sangat berat, nasib Ammar Zoni kini berada di ujung tanduk. Kasus ini menjadi pengingat tegas akan konsekuensi serius dari penyalahgunaan dan peredaran narkotika, terutama ketika dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjalani pembinaan hukum. Publik menantikan rincian lebih lanjut dari surat dakwaan yang akan mengungkap secara utuh peran Ammar Zoni dalam jaringan narkoba yang beroperasi dari balik jeruji besi.